Kamis, 19 Juni 2008

2.2 KONSEP DASAR TEORI SECTIO CAESAREA

2.2.1Definisi
Suatu persalinan buatan, dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim dengan sayatan rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 5000 gr. (Hanifa Wiknjoesastro, 2000, hal : 133)

2.2.2 Istilah
a.Seksio Sesarea Primer (efektif)
Dari semula telah direncanakan bahwa bayi akan dilahirkan secara seksio sesarea, tidak diharapkan lahi kelahiran biasa, misalnya pada panggul sempit (CV kurang dari 8 cm).

b.Seksio sesarea Sekunder
Dalam hal ini kita mencoba bersikap menunggu kelahiran biasa (partus percobaan), bila tidak ada kemajuan persalinan atau partus percobaan gagal, baru dilakukan seksio Sesarea.
c.Seksio Sesarea Ulang (repeat caesarian section)
Ibu pada kehamilan yang lalu seksio Sesarea (previous caesarian section) dan pada kehamilan selanjutnya juga dilakukan seksio Sesarea ulang.
d.Seksio Sesarea Histerektomi (caesarian section hysterectomy)
Adalah suatu operasi, dimana setelah janin dilahirkan dengan seksio Sesarea langsung dilakukan histerectomi oleh karena suatu indikasi.
e.Operasi Porro (porro operation)
Adalah suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri (tentunya janin sudah mati), dan langsung dilakukan histerektomi, misalnya pada keadaan infeksi rahim berat.
Seksio Sesarea oleh ahli disebut Obstetric Panacea, yaitu obat atau terapi ampuh dari semua masalah obstetri.

2.2.3.Indikasi
a.Placenta priveria sentralis dan lateralis (posterior)
b.Panggul sempit
Holmer mengambil batas terendah untuk melahirkan janin vias naturalis indah CV : 8 cm. panggul dengan CV : 8 cm dapat dipastikan tidak dapat melahirkan janin yang normal, harus diselesaikan dengan sesio Sesarea. CV antara 8-10 cm boleh dicoba dengan partus percobaan, baru setelah gagal boleh dilakukan sesio Sesarea sekunder.
c.Disproporsi Cevalu-Pelvik, yaitu ketidakseimbangan antara ukuran kepala dan panggul.
d.Ruptura uteru mengancam.
e.Partus lama (prolonged labour).
f.Partus tak maju (obstructed labour).
g.Distosia serviks.
h.Pre-eklampsi janin :
1)Letak lintang
Grenhill dan Eastman sama-sama sependapat :
a)Bila ada kesempitan panggul, maka seksio Sesarea adalah cara yang terbaik dalam segala letak lintang dengan janin hidup dan besar biasa.
b)Semua primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan seksio Sesarea, walau tidak ada perkiraan panggul sempit.
c)Multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara-cara lain.
2)Letak bokong
Seksio Sesarea dianjurkan pada letak bokong bila ada :
a)Panggul sempit.
d)Primigravida.
e)Janin besar dan berharga.
3)Presentasi dahi dan muka (letak defleksi bila reposisi dan cara-cara lain tidak berhasil.
4)Presentasi rangkap, bila reposisi tidak berhasil.
5)Gemeli, menurut Eastman seksio Sesarea dianjurkan :
a)Bila janin pertama letak lintang atau presentasi bahu (shoulder presentation).
b)Bila terjadi interlock (locking of the twins).
c)Distosia oleh karena tumor.
d)Gawat janin, dan lain sebagainya.
Pada masa lalu seksio Sesarea dilakukan atas indikasi yang terbatas pada panggul sempit dan placenta previa. Seperti telah diterangkan di atas, meningkatnya angka kejadian seksio Sesarea pada waktu sekarang ini justru antara lain disebabkan karena berkembangnya indikasi dan makin kecilnya resiko dan mortalitas pada seksio Sesarea karena emajuan teknik operasi dan anestesi, serta ampuhnya antibiotika dan kemotherapi.
Yang disebut seksio Sesarea postmortem (posmortem caesarean section) adalah seksio Sesarea segera pada ibu hamil cukup bulan yang meninggal tiba-tiba sedangkan janin masih hidup.

2.2.4.Jenis-jenis Operasi SC
1)Seksio Sesarea transperitonealis
2)Seksio Sesarea klasik atau korporal
3)Seksio Sesarea ismika atau provunda
4)Seksio Sesarea ekstraperitonealis

2.2.5.Komplikasi
a.Infeksi Puerperal (nifas)
1)Ringan, dengan kenaikan suhu beberapa hari saja.
2)Sedang, dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung.
3)Berat, dengan peritonitis, sepsis dan ileus paralitik. Hal ini sering kita jumpai pada partus terlantar, dimana sebelumnya telah menjadi infeksi intrapartal karena ketuban yang telah pecah terlalu lama.
Penanganannya adalah dengan pemberian cairan, elektrolit dan antibiotika yang adekuat dan tepat.
b.Perdarahan, disebabkan karena :
1)Banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka.
2)Atonia uteri.
3)Perdarahan pada placental bed.
c.Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kemih bila reperitonialisasi terlalu tinggi.
d.Kemungkinan ruptura uteri spontan pada kehamilan mendatang.

2.2.6.Prognosis
Dahulu angka morbiditas dan mortalitas untuk ibu dan janin tinggi. Pada masa sekarang, oleh karena kemajuan yang pesat dalam teknik operasi, anastesi, penyediaan cairan dan darah, indikasi dan antibiotika. Angka ini sangat menurun.
Angka kematian ibu pada rumah-rumah sakit dengan fasilitas operasi yang baik dan oleh tenaga-tenaga yang cekatan adalah kurang dari 2/1000.
Nasib janin yang ditolong secara seksio sesarea sangat tergantung dari keadaan janin sebelum dilakukan operasi. Menurut data dari negara-negara dengan pengawasan antenatal yang baik dan fasilitas neonatal yang sempurna, angka kematian perinatal sekitar 4-7 %.

2.2.7.Nasihat Pasca Operasi
a.Dianjurkan jangan hamil selama  1 tahun, dengan memakai kontrasepsi.
b.Kehamilan berikutnya hendaknya diawasi dengan antenatal yang baik.
c.Dianjurkan untuk bersalin Saat Hamil sakit yang besar.
d.Apakah persalinan yang berikut harus dengan SC bergantung dari indikasi SC dan keadaan pada kehamilan berikutnya.
e.Hampir di seluruh institut di Indonesia tidak dianut diktum “once a cesarean always a cesarean”.
f.Yang dianut adalah “once a cesarean not always a cesarean” kecuali pada panggul sempit atau disproporsi sefalo-pelvik.
2.2.8.Perawatan Pasca Bedah
1)Perawatan Luka Insisi
Luka insisi dibersihkan dengan larutan antiseptik lalu ditutup dengan kasa/ penutup luka, secara periodek pembalut luka diganti dan luka dibersihkan. Dibuat catatan kapan benang akan dicabut atau di bawah luka terdapat eksudat.
2)Tempat Perawatan Pasca SC
Setelah tindakan di kamar operasi selesai, penderita dipindahkan ke kamar rawat khusus dan dilengkapi alat pendingin kamar udara beberapa hari. Dan bila pasca SC keadaan penderita gawat, segera pindahkan ke unit perawatan darurat untuk perawatan bersama-sama dengan unit anesthesi.
Setelah beberapa hari dirawat dalam kamar rawat khusus atau pada unit perawatan darurat dan keadaan penderita mulai pulih, barulah dipindah ke tempat penderita semula dirawat, disini perawatan luka dan pengukuran TTV penderita dilanjutkan seperti biasa.
3)Pemberian Cairan
Karena selama 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan perinfus, seperti dekstrose 5-10 % gram fisiologis, selera bergantian harus cukup banyak dan mengandung elektrolit yang diperlukan agar jangan terjagi hypotermi, dehidrasi dan komplikasi pada organ-organ tubuh lainnya, jumlah cairan yang keluar ditampung dan diukur, hal lain sebagai pedoman pemberian cairan dihentikan setelah pasien flaxtus, lalu dimulailah pemberian makanan peroral dan cairan peroral.
4)Diit
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah pasien flaxtus lalu dimulailah pemberian makanan dan minuman peroral, pemberian sedikit minuman adalah diperbolehkan setelah 6-10 jam pasca bedah. Jumlahnya dapat dinaikkan pada hari pertama dan kedua pasca bedah. Kemudian bubur saring, minuman dari buah dan susu selanjutnya secara bertahap makan bubur akhirnya makan biasa sejak boleh minum pada hari pertama obat-obatan peroral sudah dapat diberikan pemberian makanan rutin di atas dihentikan jika terjadi komplikasi pada saluran pencernaan.
5)Nyeri
Sejak penderita sadar dalam 24 jam pertama, rasa nyeri masih dirasakan di daerah operasi. Untuk mengurangi rasa nyeri tersebut diberikan obat-obatan anti sakit dan penenang atau obat-obatan lainnya. Setelah hari pertama atau kedua rasa nyeri akan menghilang sendiri.
6)Mobilisasi
Mebolisasi secara bertahap sangat berguna membantu jalannya penyembuhan luka penderita. Miring ke kanan dan ke kiri sudah da[at dimulai setelah 6-10 jam. Setelah penderita sadar, latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur terlentang.
7)Kateterisasi
Perawatatn pengosongkan kandung kemih pada bedah kebidanan sama saja dengan persalinan biasa bila tidak ada luka robekan yang luas pada jalan lahir. Bila hal ini ada maka untuk mencegah iritasi dan pencemaran luka oleh urine kandung kemih dikosongkan dengan kateter. Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada penderita, menghalangi involusi uterus dan perdarahan.
8)Pemberian Obat-obatan
a)Anbiotika, kemotherapi dan anti inflamasi.
b)Obat-obat pencegah perut kembung.
c)Obat-obat lainnya.
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum dapat diberikan roboransia, anti inflamasi, bahan tranfusi darah bila pasien anemis.
9)Perawatan Rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan dan pengukuran adalah :
a)Tekanan darah
b)Jumlah nadi /menit
c)Frekuensi pernafasan
d)Jumlah cairan masuk dan keluar
e)Suhu badan
f)Pemeriksaan lainnya menurut jenis dan kasus.

2.1.KONSEP DASAR TEORI KEHAMILAN LEWAT WAKTU (POST DATE)

BAB I
      1. Definisi

Kehamilan post date atau kehamilan lewat waktu ialah kehamilan yang umurnya lebih dari 42 minggu. (Hanifa, 2002)

Kehamilan post date adalah kehamilan yang melewati 294 hari atau 42 minggu lengkap. Diagnosa usia kehamilan lebih dari 42 minggu didapatkan dari perhitungan seperti rumus neagle atau dengan tinggi fundus uteri serial (Mansjoer, 2001)

      1. Etiologi

Sebagian keadaan langkah yang berkaitan dengan kehamilan yang lama mencakup anensefalus, hiplopasia, tidak ada kelenjar hipofise janin, defisiense sulfase plasenta dan kehamilan extrauteri, meskipun etiologi kehamilan yang lama dipahami sejarahnya, keadaan klinis ini memberikan suatu gambaran unsur yaitu

                • Penurunan kadar estrogen pada kehamilan normal umumnya tinggi

                • Pada kasus insufisensi plasenta / andrenal janin, hormone procusor yaitu isoandrosteron sulfat dieksresikan dalam cukup tinggi konversi menjadi estradiol dan secara langsung estriol di dalam plasenta contoh klinik mengenai defiseiensi prekosor estrogen adalah anensefalus

                • Faktor hormonal yaitu kadar progesterone tidak cepat turun walaupun kehamilan telah cukup bulan, sehingga kepekaan uterus terhadap oksitoksin berkurang.

                • Faktor lain adalah hereditas, karena post matur/ post date seiring dijumpai pada suatu keluarga tertentu

(Hanifa, 2002).


      1. Diagnosis

Prognosis post date tidak seberapa sulit apabila siklus haid teratur dari haid pertama haid terakhir diketahui pasti. Dalam menilai apakah kehamilan matur atau tidak, beberapa pemeriksaan dapat dilakukan

  1. Berat badan ibu turun dan lingkaran perut mengecil air ketuban berkurang

  2. Pemeriksaan rontgenologik dengan pemeriksaan ini pada janin matur dapat ditemukan pusat osifikosi pada oscubuid, bagian distal femus dan bagian proksimal tubia, diameter bipariental kepala 9.8 cm lebih. Keberatan pemeriksaan ini adalah kemungkinan pengaruh tidak baik sinar rongten terhadap janin.

  3. Pemeriksaan dengan USG

Dengan pemeriksaan ini diameter biparental kepala janin dapat diukur dengan teliti tanpa bahaya. Pemeriksaan menurut ginekologi.

  1. Pemeriksaan sitologik liquoramni

Amniostopi dan periksa pH nya dibawah 7.20 dianggap sebagai tanda gawat janin

  1. Pemeriksaan sitologik vagina untuk menentukan infusiesi plasenta dinilai berbeda – beda


      1. Penatalaksanaan

  1. Setelah UK > 40 minggu yang penting adalah monitoring janin sebaik – baiknya

  2. Apabila tidak ada tanda – tanda insfusiensi plasenta persalinan spontan dapat ditunggu dengan pengawasan ketat

  3. Lakukan pemeriksaan dalam untuk menilai kematangan serviks, kalau sudah matang boleh dilakukan induksi persalinan dengan atau tanpa amniotomi

  4. Bila (a) riwayat kehamilan yang lalu ada kehamilan janin dalam rahim (b) Terdapat hipertensi, pre eklamsi dan (c) Kehamilan ini adalah anak pertama karena infertilitas, atau (d) pada Kehamilan lebih dari 40 – 42 minggu, maka ibu dirawat di RS

  5. Tindakan operasi Sectio Caesarea dapat dipertimbangkan pada (a) insufisiensi plasenta dengan keadaan serviks belum matang, (b) pembukaan yang belum lengkap, persalinan lam, dan terjadi tanda gawat janin atau (c) Primigravida tua, kematian janin dalam kandungan, Pre Eklamsia, Hipertensi menahun, infertilitas dan kesalahan letak janin.

  6. Pada persalinan pervaginam harus diperhatikan bahwa partus lama akan sangat merugikan bayi, janin Post Matur kadang – kadang besar dan kemungkinan CPP dan distosia janin perlu dipertimbangkan selain itu janin post date lebih peka terhadap sedatif dan norkosa, perawatan neonatus post date perlu dibawah pengawasan dokter anak.

(Rustam : 1998).